My Stories: Kasih Ibu ......

Kamis, 25 Desember 2008

Kasih Ibu ......

Duh, aku selalu telat kayaknya waktu memberi comment ni,tapi tdk apa2, yang penting aku masih bisa mengucapkan SELAMAT HARI IBU buat ibu2 yang ada di seluruh Indonesia.... tentunya special to my Mom.
tgl 22 Desember yang lalu memang merupakan sebuah moment yang sangat "sakral" untuk kita peringati. BUNDA kita adalah salah seorang yang sangat berjasa membesarkan kita, melindungi kita siang dan malam. BUNDA ku adalah inspirasi aku tuk bangkit dan terus semangat dalam menapaki hidup ini. BUNDA aku yang bisa membuat aku tetap tegar menerjang terjal di lautan, dan karena BUNDA aku masih bisa memberikan pelita bagi sesama. Tuhan, sampaikan salam ku untuk BUNDA ku tercinta yang berada "di sana". Aku hanya ingin BUNDA tau betapa ananda merindukan kasih sayang mu sepanjang hidup ku.
Selamat HARI IBU, MOM. I LOVE U FOREVER......

4 komentar:

VinDra SiTe mengatakan...: Inti dari semua kata-kata Ibu tu "Surga ada ditelapak kaki Ibu". cuma ni kata-kata yang selalu dan harus diingat untuk semua anak-anak yang ngerasa dah jadi musuh buat ibunya.

bener gak Trisno? hehehehehehe; 26 Desember 2008 pukul 22.16
Yanuar Catur mengatakan...: hoo
kudu inget, surga ada di telapak kaki ibu
hehehehe
oyi ker; 30 Desember 2008 pukul 01.46
Yanuar Catur mengatakan...: oyi,,
surga di telapak kaki ibu jes; 30 Desember 2008 pukul 01.47
Yanuar Catur mengatakan...: surga di telapak kaki ibu; 30 Desember 2008 pukul 01.48

Posting Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)

MY CURRICULUM VITAE

1. Anggota Jurnalistik Fotografi Club (JUFOC)2006-Sekarang
2. Sekretaris Keg. Pameran Hunting Besar SUMENEP Th.2007
3. Sekretaris Div. Sarasehan JUFOC 2007-2008
4. Pak Perpus Div. Penerbitan JUFOC 2008-2009
5.Tim Dok. Yudisium FISIP 2008
6. Tim Dok. Yudisium FISIP ke-III 2008
7. Tim Dok. Wisuda Dalam 2008
8. MC Seminar "Membingkai Jurnalistik" 2008
9. MC Workshop "Photography for Bussiness" With Prima Imaging, Jakarta
10. MC Festival Music 2006
11. Peserta Pop Singer 2005
12. Juara I Dekan Cup Teater 2006
13. Juara I Teater Tk. SMA 2005
14. Juara I Festival Teater 2005
15. Peserta Pagelaran Seni dalam rangka memeriahkan HUT Radio Fatamorgana FM Trenggalek
16. Juara I Tim Paduan Suara tk. SMA 2003
17. Juara I Tim Paduan Suara tk. SMA 2004
18. Peserta Festival Film Independent
19. Peserta Pameran Foto ORDAS JUFOC 2006
20. Peserta Pameran Foto Anggota Muda JUFOC 2007
21. Peserta Pameran Foto Hunting Besar "Sumenep" 2007
22. Peserta Pameran Foto Hunting Besar "SURABAYA" JUFOC 2008
23. Peserta Pameran Foto Pra ORDAS JUFOC 2008
24. Panitia Seminar Membingkai Jurnalistik "skala Nasional" 2008
25. Panitia Workshop "Photography for Bussiness" with Prima Imaging, Jakarta 2008
26. Panitia Pameran Perjalanan Tanpa Batas 2009
27. Kontributor Artikel JUFOCLens
29. Kontributor Foto JUFOCLens XX 2007 dan LEMOT
30. Layouter JUFOCLens XXI 2007
31. Redaktur Pelaksana JUFOCLens XXIV 2008
dsb....

Tugas Mat. Kul. Psikologi Sosial

KONSEP PSIKOLOGI SOSIAL
(Studi Kasus Teori dari William James & Charles H. Cooley, dan Kurt Lewin)

(Disusun untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial)

Oleh :

TRISNO SUSILO
I.KOM IV A

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL dan ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MAHAMMADIYAH MALANG
2008

1. Menurut William James & Charles H. Cooley :

William James merupakan seorang warga kebangsaan Amerika Serikat (1842-1910) dan dikenal sebagai ahli filsafat dan psikologi. Selama 35 tahun dia menghabiskan waktu sebagai seorang pengajar di Universitas Harvard. James sendiri adalah termasuk salah satu orang yang tidak percaya mengenai sebuah pernyataan bahwa, yang mempengaruhi sebuah perilaku dari manusia bersumber dari instink. James di sini lebih menekankan bahwa walau instink merupakan hal yang mempengaruhi perilaku sosial, namun yang utama lebih cenderung kearah kebiasaan, yakni pola perilaku yang diperoleh melalui pengulangan sepanjang kehidupan seseorang. Dari hal tersebut, memunculkan istilah yang disebut “nurture explanation”.
Sementara itu Charles H. Cooley yaitu seorang sosiolog yang menekankan diri pada sebuah kehidupan sosial dan pandangan tentang teori Interaksionalisme Simbolik yang menyatakan bahwa dalam kehidupan sosial itu sendiri secara fundamental merupakan sebuah evolusi organik dan masyarakat secara ideal bersifat demokratis, moral, dan progresif. “Kehidupan kita adalah satu satu kehidupan manusia secara keseluruhan” kata Chooley (dikutip dari buku karangan Riyadi Soeprapto. 2001. Interaksionalisme Simbolik Perspektif Sosiologi Modern. Yogyakarta : Averroes Press dan Pustaka Pelajar). Mengenai situasi kelompok sosial Chooley dalam pembahasannya juga menyebutkan bahwa kelompok sosial di dalam teori ini juga di sebutkan bahwa terdapat tiga premis utama, yakni manusia bertindak berdasar pada makna-makna, makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, dan makna tersebut berkembang dan disempurnakan saat interaksi tersebut berlangsung.
Jadi disini baik James maupun Cooley berpendapat bahwa perkembangan individu manusia itu berhubungan erat sekali dengan perkembangan masyarakat di lingkungannya. Ciri serta tingkah laku individu sukar dimengerti ketika mereka tidak diselidiki saling berhubungan dengan orang-orang lain di dalam kelompok masyarakat yang mempunyai struktur dan sifat yang khas. Interaksi itu sendiri sebenarnya telah terjadi ketika manusia ada. Sejak di lahirkan, interaksi itupun juga sudah sangat tampak. Hal ini bisa kita lihat ketika orang tua berinteraksi dengan anaknya. Justru dengan inilah cara dan tingkah laku individu nantinya akan dipengaruhi dan terbentuk sedemikian rupa. Saling baik hubungan tersebut terjalin, maka justru kerangka-kerangka hubungan sosial, menjamin perkembangan dari individu tersebut. Makin baik hubungan dengan kelompok pertama (keluarga) tersebut, maka kecakapan keseimbangan kepribadian serta tingkat produktivitas dari dalam dirinya akan terbentuk dan berkembang yang nantinya digunakan dalam kegiatan di dalam kelompok-kelompok. Terlebih lagi menurut Cooley, tentang pandangan terhadap diri sendiri (self-concept) dipengaruhi dengan pendapat serta pandangan dari orang lain. Self concept ini merupakan refleksi dari konsep orang lain terhadap dirinya.
Oleh karena itu, dari pandangan serta pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara masyarakat dengan perkembangan individu adalah sangat erat kaitannya. Ketika seorang individu tersebut berinteraksi dengan lingkungan masyarakat yang baik, maka perkembangan dari dirinya akan berdampak baik pula. Begitu pula sebaliknya, ketika individu tersebut berinteraksi dengan lingkungan masyarakat yang kurang kondusif, maka hal ini akan menghambat perkembangan individu tersebut. Bahkan cenderung akan menumbuhkan kepribadian yang tidak baik di dalam dirinya.

2. Menurut Kurt Lewin :

Ahli psikologi sosial ini telah sangat berjasa dalam melakukan penelitian-penelitian mengenai gejala-gejala sosial yang terjadi di lingkup masyarakat. Dia memulai sebuah aliran baru dengan mengetengahkan sebuah pandangan yang disebut dengan Tipological Psychology atau Field-Psychology yang mengatakan bahwa, dalam menyelidiki tingkah laku manusia dengan baik, maka harus diingat bahwa manusia itu hidup dalam suatu Field, suatu lapangan kekuatan fisis maupun psikis yang senantiasa berubah menurut situasinya. Dalam teori ini, terdapat beberapa kelemahan serta kelebihan. Kelebihan yang dimaksud yaitu teori lapangan memberikan sumbangan yang besar yaitu dengan adanya bukti bahwa penelitian psikologi sosial dapat juga dilakukan dengan metode eksperimental dan dapat dilakukan dalam laboratorium. Sedangkan kelemahan dari teori ini diantaranya yakni :
1. Lewin tidak menyajikan teorinya secara sistematis
2. Konsep dan struktur yang tidak didefinisikan secara jelas sehingga memberi arti yang kabur
3. Teori ini terlalu menyoroti aspek-aspek yang mendalam dari kepribadian sehingga agak mengabaikan tingkah laku motoris yang “overt” (nampak dari luar)
4. Adanya penyalahgunaan tipologi karena dalam penerapannya, konsep dari tipologi itu sendiri menjadi menyimpang dari konsep yang sebenarnya.
Lewin kemudian mengadakan penyelidikan. Penyelidikan tersebut kemudian dikenal sebagai “dinamika kelompok” (group-dynamics). Di dalamnya, Lewin membahas mengenai peranan “suasana kelompok” terhadap prestasi kerja dan efisiensi pekerjaan kelompok itu. Lewin bersama Lippit dan White (1939-1940) melakukan sebuah ekperimen yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh serta peranan dari tiga macam pola kepemimpinan yang dilakukan terhadap suasana dan cara kerja kelompok. Ekperimen ini dilakukan pada anak-anak lelaki yang berumur 11 tahun yang di bagi tiga kelompok. Masing-masing kelompok diterapkan pola atau cara kepemimpinan yang berbeda yaitu kepemimpinan yang bersifat otoriter, demokratis, dan laissez-faire (acuh tak acuh). Ternyata, dari ekperimen tadi, Lewin dan kawan-kawan dapat menyimpulkan bahwa cara kepemimpinan yang berlainan tersebut mempunyai pengaruh yang berlainan pula terhadap suasana kerja kelompok, cara tingkah laku serta cara kelompok dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.

Jadi, dengan melihat dari pendapatnya Lewin tersebut kita mampu mengetahui seberapa besar pengaruh sebuah pola kepemimpinan dengan tingkah laku manusia itu sendiri. Suasana dalam pola tersebut sangat menentukan dalam mengambil peran sebagai penentu sikap ke arah yang lebih baik atau justru lebih buruk nantinya.

Intinya, baik pendapat dari nomor 1 maupun nomor 2 sama-sama menekankan mengenai pentingnya pengaruh lingkungan (baik lingkungan masyarakat atau lingkungan pekerjaan) terhadap sebuah tingkah laku, pola diri serta perkembangan kepribadian secara lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

DR Gerungan, W. A... DIPL.PSYCH. 1996. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Eresco.

Dayakisni, Tri dan Hudaniyah. 2003. Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Malang: UMM Pers.

Dr. Sarwono, Sarwito Wirawan. 1983. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.

Soeprapto, Riyaldi, 2001. Interaksionalisme Simbolik Perspektif Sosiologi Modern. Yogyakarta: Avveroes Press dan Pustaka Pelajar.

Sumber-sumber lain :
Sumber dari Internet

Tugas Mat. Kul. Sistem Komunikasi Indonesia

Peranan Opinian Leader Terhadap Program Keluarga Berencana (KB) di Indionesia pada tahun ’70 sampai ‘90-an

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang :
Saat ini opini masyarakat mengenai banyak anak banyak rejeki telah memudar seiring dengan perkembangan zaman, karena adanya program Keluarga Berencana (KB) yaitu “2 anak cukup”. Pada tahun 1970-an, program tersebut dilaksanakan oleh pemerintah, dan merupakan hal yang masih asing diterima oleh masyrakat. Anggapan yang masih sangat kental melekat pada masyarakat mengeani sebuah mitos “banyak anak banyak rejeki” merupakan suatu hambatan tersendiri pada waktu itu dalam menyukseskan program tersebut. Keberadaan sebuah asumsi mengenai mitos tersebut, tentunya tidak semata-mata merupakan kekeliruan dari masyarakat, akan tetapi anggapan tersebut terjadi akibat keadaan ataupun kondisi yang terjadi. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa masyarakat kita sangat terkenal dengan pola kehidupan yang bersifat agraris. Jadi sektor utama dari bidang yang digeluti sebagian besar masyarakat Indonesia adalah pertanian. Begitu juga keadaan atau kondisi yang terjadi pada waktu itu. Keadaan yang demikian sangat memungkinkan anggapan mengenai mitos tersebut “dibenarkan” dalam kontek saat itu. Hal ini dikarenakan adanya hubungan yang ditimbulkan antara kondisi mengenai mata pencaharian yang bersifat agraris tersebut dengan banyaknya anak yang dimiliki. Asumsinya adalah, ketika orang mempunyai banyak anak, maka akan banyak pula tenaga yang dapat dialokasikan pada lahan garapan dari sektor pertanian yang dimiliki.
Dalam segi lain, pemerintah merupakan pemeran tugal yang melakukan kegiatan publikasi Keluarga Berencana (KB) secara terus menerus sehingga ada hasil yang bisa didapatkan pada tahun-tahun berikutnya. Keputusasn-keputusan tersebut merupakan sebuah keputusan yang diambil oleh pemerintah secara sepihak akan tetapi masih berusaha untuk menempatkan posisi manfaat guna di berlakukan kepada masyarakat secara luas.
Diharapkan bahwa dari program tersebut dapat menciptakan kondisi yang lebih baik terhadap tingkat kependudukan yang telah terjadi di lapangan. Harapan kemudian lebih diarahkan lagi mengenai penekanan terhadap tingkat kelahiran dalam masyarakat. Prgogram Keluarga Berencana tersebut sangat membantu pemerintah dalam hal penataan terhadap kehidupan masyarakat di Indonesia. Akan tetapi dalam konteks lain, penerapan program tersebut, bukan hanya tersekat pada bidang kependudukan mengenai penekanan angka kelahiran, akan tetapi juga merujuk pada bidang ataupun segi yang lain yang lebih luas.
II. Rumusan Masalah :
Bagaimanakah Peranan Opinian Leader Terhadap Program Keluarga Berencana (KB) di Indionesia pada tahun ’70 sampai ‘90-an?
III. Batasan Masalah :
Pembahasan mengenai analisa Program Keluarga Berencana (KB) di Indionesia pada tahun ’70 sampai ‘90-an hanya sebatas garis besar, kami tidak menggunakan data otentik dari pemerintah melainkan data tekstual dari buku Sistem Komunikasi Indonesia, tulisan oleh Nurudin M.Si, terbitan Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

BAB II
TEORI DASAR

1.1 Berdasarkan model arus Komunikasi:
Dalam proses komunikasi dikenal empat arus alir pesan, yakni model jarum injeksi (hypodermic needle model), model alir satu tahap (one step flow model), model alir dua tahap (two step flow model) dan model alir banyak tahap (multy step flow model).
1. Model Jarum Injeksi atau Hipodermik (satu tahap), yaitu secara substansial, model ini adalah one step flow, artinya arus komunikasi berjalan satu arah (dari media massa ke audience). Dasar pemikiran yang melatarbelakangi model ini adalah bahwa khalayak itu bersikap pasif terhadap berbagai informasi yang disebarkan atau disiarkan media massa, dan sebaliknya media aktif untuk mempengaruhi audience.
2. Model Alir Dua Tahap, Model ini mengasumsikan bahwa pesan-pesan media massa tidak seluruhnya langsung mengenai objek. Oleh karena itu, dalam model ini dikenal pihak-pihak tertentu yang membawa pesan dari media untuk diteruskan ke masyarakat. Pihak-pihak tertentu dikenal dengan nama opinian leader atau pemimpin opini (pemimpin opini atau pemuka pendapat). Model ini juga disebut dua tahap karena adanya dua tahap dalam penyebaran informasi kepada masyarakat. Tahap pertama adalah pesan media kepada opinian leader, sedang tahap kedua adalah pesan opinian leader kepada audiance.
3. Model Alir Banyak Tahap. pada prinsipnya, model alir banayk tahap ini adlah gabungan dari semua model yang sudah disebutkan diatas. Model ini menyatakan bahwa pesan-pesan media massa menyebar kepada audiance atau khalayak melalui interaksi yang kompleks.
1.2 Berdasarkan sejarah Opinion Leader:
Intelektual Amerika begitu ketakutan ketika model jarum hipodermik telah mencapai sasaran secara jelas dengan implikasi munculnya Perang Dunia I yang dihembuskan oleh Adolf Hitler. Model tersebut dianggap sebagai cara ampuh guna membangkitkan “kemarahan” massa. Begitu kuat dan besarnya peran media dalam mempengaruhi perilaku massa. Istilah opinion leader menjadi perbincangan dalam literature komunikasi sekitar tahun 1950-1960-an. Sebelumnya dalam literature komunikasi sering digunakan kata-kata influentals, influencer atau tastemakers untuk menyebut opinion leader. Kata opinion leader kemudian lebih dekat pada kondisi masyarakat di pedesaan, sebab tingkat media exposure-nya yang masih rendah dan tingkat pendidikan masyarakat yang belum menggembirakan.
1.3 Berdasarkan Cara mengetahui Opinian Leader:
Menurut Everett M. Rogers (1973) setidak-tidaknya ada tiga cara mengukur atau mengetahui adanya opinion leader. Ketiga cara yang disebutkan dalam literature-literatur komunikasi itu adalah sebagai berikut :
a). Metode Sosiometrik
Dalam metode ini pada masyarakat ditanyakan kepada siapa mereka meminta nasehat atau mencari informasi mengenai masalah kemasyarakatan yang dihadapinya. Metode ini bisa disebut sebagai sosiometrik atau jaringan komunikasi.
b). Informants Rating
Lewat metode ini diajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu pada orang atau responden yang dianggap sebagai key informants dalam masyarakat mengenai siapa yang dianggap masyarakat sebagai pemimpin-pemimpin mereka. Dalam metode ini orang yang jeli dalam memilih key informants dan mereka yang benar-benar dekat dengan masyarakatlah yang harus dipilih.
c). Self Designing Method
Dengan metode ini kita dapat mengajukan pertanyaan kepada responden dan minta ditunjukan tendensi orang lain yang dapat menunjuk siapa-siapa yang diperkirakan mempunyai pengaruh.
1.4 Berdasarkan Karakteristik Opinian Leader:
Opinion leader adalah orang yang mempunyai keunggulan dari masyarakat kebanyakan. Sudah sepantasnya jika mereka mempunyai karakteristik yang membedakan dirinya dengan orang lain. Beberapa karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Lebih tinggi pendidikan formalnya disbanding dengan anggota masyarakat lain.
2. Lebih tinggi Status Sosial Ekonominya (SSE)
3. Lebih inovatif dalam menerima dan mengadopsi ide baru
4. Lebih tinggi pengenalan medianya (media exposure)
5. Kemampuan empatinya lebih besar
6. Partisipasi sosial lebih besar
7. Lebih kosmopolit (mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas)
Disamping itu ada juga syarat seorang pemimpin (termasuk pemimpin opini) yang pernah dikatakan oleh Floyd Ruch sebagai berikut:
1. Social perception, artinya seorang pemimpin harus dapat memiliki ketajaman dalam menghadapi situasi
2. Ability in abstact thinking, artinya pemimpin harus memiliki kecakapan secara abstrak terhadap masalah yang harus dihadapi
3. Emotional stability, artinya pemimpin harus memiliki perasaan stabil, tidak mudah terkena pengaruh dari luar (yang tidak diyakini dan bertolak belakang dengan keyakinan masyarakat pen)(Slamet Santoso, 1992).
1.5 Berdasarkan Tinjauan Polimorfik:
Yaitu, jika pemuka pendapat menguasai lebih dari satu permasalahan. Pemimpin opini semacam ini mampu mengatasi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat
1.6 Berdasarkan Opinion Leader terhadap sistem komunikasi:
Tak bisa dipungkiri bahwa opinion leader menjadi salah satu unsur yang sangat mempengaruhi arus komunikasi, khususnya di pedesaan. Berbagai perubahan dan kemajuan masyarakat sangat ditentukan oleh peran opinion leader ini. Misalnya, pemimpin opini bisa berperan memotivasi masyarakat agar ikut serta secara aktif dalam pembangunan. Untuk itulah selayaknya pemerintah memberikan perhatian khusus pada pemuka pendapat ini.
BAB III
PEMBAHASAN

Analisa mengenai hubungan antara Peranan Opinian Leader terhadap Program Keluarga Berencana (KB) ditinjau berdasarkan batasan-batasan yang akan di uraikan sebagai berikut :
Ketika kita membahas mengenai Program Kependudukan Keluarga Berencana pada tahun antara 1970 sampai 1990-an, maka gambaran yang dapat kita berikan adalah bahwa saat itu peranan opinian leader sangalah penting. Hal ini dikarenakan pola kehidupan serta pola berfikir masyarakat yang masih berorientasi pada masa lalu, dimana anggapan banyak anak banyak rejeki masih dirasakan sangat nampak dan kental di masyarakat. opinian leader dibutuhkan untuk memberikan pandangan bagi masyarakat akan adanya inovasi baru yang berupa program KB tersebut. Kaitannya munculnya Program KB tersebut adalah adanya orientasi masa lalu yang ada dan diditerapkan oleh masyarakat. Masalah Kependudukan sebenarnya adalah masalah yang sangat penting bagi semua negara, karena seluruh program pembangunan bagi mata bangsa adalah berdasarkan atas kenyataan kependudukan dari suatu bangsa tersebut. Aspek-aspek kependudukan yang amat penting itu adalah antara lain :
1. Jumlah besarnya penduduk
2. Jumlah pertumbuhan penduduk
3. Jumlah kematian penduduk
4. Jumlah kelahiran penduduk
5. Jumlah perpindahan penduduk
Awalnya dalam penerapannya saat itu, program KB lebih cenderung menggunakan model komunikasi alir satu tahap. Maksudnya adalah seorang pemimpin dalam menyelenggarakan program tersebut secara langsung diberikan, tanpa adanya perantara secara pasti. Misalnya saja penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah (BKKBN) yang terjun secara langsung kepada masyarakat. Akan tetapi kemudian pola penerapannya sedikit diubah dari mula menggunakan model alir satu tahap, kemudian berlanjut menerapkan model alir dua tahap. Dimana didalamnya, pemerintah dalam menyebarkan program KB tersebut tidak hanya terbatas pada penyuluhan secara langsung saja, akan tetapi dalam hal ini pemerintah menggunakan peran media dalam prosesnya. Media yang dimaksud adalah seperti pemuka agama, pemuka masyarakat, kepala adat dan sebagainya. Sehubungan dengan itu pada tanggal 7 September 1968, keluarlah Instruksi Presiden No.26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat yang isinya antara lain:
1. Untuk membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspek yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana
2. Mengusahakan segera terbentuknya suatu badan atau lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang keluarga berencana serta terdiri atas unsur-unsur Pemerintah dan masyarakat.
Opinian leader tersebut secara pasti dapat kita ketahui bersama ketika program tersebut dilaksanakan. Ada dua pengelompokan pemimpin pendapat berdasarkan aktif dan tidaknya dalam perilaku. Pertama, pemimpin pendapat aktif (opinion giving), yaitu pemimpin pendapat yang sengaja mencari penerima atau follower untuk mengumumkan atau mensosialisasikan suatu informasi. Kedua pemimpin pendapat pasif (opinion seeking), yaitu pemimpin pendapat yang dicari oleh followernya. Dalam hal ini follower aktif mencari sumber informasi kepada pemimpin pendapat sehubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.
Menurut Everett M. Rogers (1973) setidak-tidaknya ada tiga cara mengukur atau mengetahui adanya opinion leader yaitu dengan Metode Sosiometrik, Informants Rating, dan Self Designing Method. Dalam kasus perkembangan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia memakai Metode Sosiometrik. Metode Sosiometrik digunakan karena masyarakat ditanyakan kepada siapa mereka maminta nasehat atau meminta informasi mengenai masalah Keluarga Berencana (KB). Metode ini bisa disebut sebagai sosiometrik atau jaringan komunikasi. Pihak yang mendapat poin banyak dari penunjukan masyarakat itulah yang disebut sebagai opinion leader. Sebab, orang tersebutlah yang paling banyak mengetahui dan diminati nasehat tentang Keluarga Berencana (KB). Dalam perkembangan Keluarga Berencana (KB) pihak yang banyak mengetahui dan sering dimintai nasehat adalah BKKBN, pemuka agama, dan pemuka adat.
Opinion Leader adalah orang yang mempunyai keunggulan dari masyarakat kebanyakan. Dalam kasus ini yang bertindak sebagai opinion leader adalah kepala desa, kiai dan tokoh masyarakat lain yang mendukung gerakan program Keluarga Berencana (KB) pemerintah. Bahkan KB adalah halal dan sah. Ada beberapa karakteristik mengapa kepala desa, kiai dan tokoh masyarakat menjadi opinion leader, yaitu :
1. Lebih Tinggi pendidikan formalnya dibanding dengan anggota masyarakat lain
2. Lebih tinggi status sosial ekonominya
3. Lebih inovatif dalam menerima dan mengadopsi ide baru
4. Lebih tinggipengenalan medianya
5. Kemampuan empatinya lebih besar
6. Partisipasi sosial lebih besar
7. Lebih Kosmopolit (mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas).
Pada diri seorang pemimpin opini bisa jadi hanya melekat beberapa ciri saja. Namun, karena kemampuannya menjaga kredibilitas ia ditokohkan oleh masyarakat. Para pemuka pendapat yang tinggal didesa relatif labih modern dan lebih inofatif dari masyarakat lainnya. Mereka lebih dahulu mendapkan informasi tentang program KB dari pada masyarakat yang lainnya. Akan tetapi pada saat ini masyarakat mengalami kemajuan yang berarti mengenai program KB. Masyarakat lambat laun mulai terkurangi dengan opinion leader, karena masyarakat bisa mendapatkan informasi mengenai program KB melalui perkembangan media saat ini.
Kesuksesan program Keluarga Berencana (KB) tidak lepas dari peran pemimpin opini. Ini artinya bahwa pemimpin opini (terutama didesa) akan menjadi faktor utama berhasil tidaknya penurunan angka kelahiran yang menjadi salah satu program Keluarga Berencana (KB). Dewasa ini polimorfik yakni jika pemuka pendapat menguasai lebih dari satu permasalahan. Untuk ukuran opinion leader yang ada dipedesaan, saat ini sangat sulit dijumpai seseorang yang hanya menguasai satu permasalahan saja. Oleh karena itu, sebagai seorang pemuka yang ditokohkan dan bahkan kadang dianggap serba tahu, kepemimpinan opini lebih polimorfik.
Untuk mengetahui pengaruh pendekatan-pendekatan komunikasi terhadap perkembangan program Keluarga Berencana (KB) dibutuhkan penelitian yang mendalam. Di beberapa negara sedang berkembang terbukti bahwa, pendekatan penyuluhan KB dan pembangunan masyarakat telah mampu menumbuhkan kesadaran dan perhatian dikalangan masyarakat desa akan pentingnya program KB. Hal ini terbukti dengan meningkat secara dramatis tuntutan-tuntutan terhadap teknologi baru serta pendirian lembaga-lembaga baru yang erat hubungannya dengan program KB. Pemerintah kini menghadapi tantangan baru, yakni bagaimana memenuhi tuntutan perkembangan program KB dengan mengandalkan sumber-sumber daya yang sangat terbatas. Arus infomasi teknik dan ilmu telah mencapai daerah pedesaan dan menumbuhkan harapan-harapan baru di tengah-tengah masyarakat, namun sering terjadi peralatan-peralatan teknis yang justru dibutuhkan untuk memenuhi harapan tersebut tidak senanatiasa tersedia.
Bisa dibayangkan bagaimana jika program Keluarga Berencana (KB) tersebut tidak mendapat dukungan dari para pemimpin opini. Sekuat apapun keinginan pemerintah atau dipaksa dengan cara apapun, masyarakat tentu akan menganggap Keluarga Berencana (KB) merupakan program yang justru membatasi anak. Masa depan opinion leader di Indonesia sejalan dengan perkembangan Keluarga Berencana (KB). Setidaknya ada beberapa poin penting yang bisa digaris bawahi :
1. Masuknya teknologi komunikasi di pedesaan telah menyebabkan program Keluarga Berencana (KB) sangat cepat diterima masyarakat tanpa melalui perantara sehingga munculnya jarak sosial antara pemimpin opini dengan masyarakat.
2. Dengan masuknya teknologi komunikasi pula, infomasi tentang program Keluarga Berencana (KB) yang semula hanya di dominasi oleh pemimpin opini, saat ini hubungan intim yang selama ini terbina antara pemimpin opini dengan mayarakat itu sendiri dudah kian memedar.
3. Kehadiran teknologi komunikasi telah mengubah pola komunikasi yang bedasarkan suasana saling menguntungkan
4. Meskipun terancam keberadaannya, baik yang disebabkan oleh tingkat pendidikan masyarakat yang kian meningkat atau masuknya teknologi komunikasi, pemimpin opini di Indonesia masih sangat berperan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku pengikutnya di desa.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam penerapan mengenai program Keluarga Berencana yang terjadi di negara Indonesia pada tahun 1970-1990-an, masih memerlukan berbagai pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat. Ada banyak pola kehidupan serta pola berfikir masyarakat yang masih berorientasi pada masa lalu, dimana anggapan banyak anak banyak rejeki masih dirasakan sangat nampak dan kental di masyarakat. Awalnya dalam penerapannya saat itu, program KB lebih cenderung menggunakan model komunikasi alir satu tahap. Akan tetapi kemudian pola penerapannya sedikit diubah dari mula menggunakan model alir satu tahap, kemudian berlanjut menerapkan model alir dua tahap.
Opinian leader tersebut secara pasti dapat kita ketahui bersama ketika program tersebut dilaksanakan. Dalam penerapannya, Opinion Leader adalah orang yang mempunyai keunggulan dari masyarakat kebanyakan. Dalam kasus ini yang bertindak sebagai opinion leader adalah kepala desa, kiai dan tokoh masyarakat lain yang mendukung gerakan program Keluarga Berencana (KB) pemerintah. Bahkan KB adalah halal dan sah. Pada diri seorang pemimpin opini bisa jadi hanya melekat beberapa ciri saja. Namun, karena kemampuannya menjaga kredibilitas ia ditokohkan oleh masyarakat.
Oleh karena itu pada intinya, peranan dari opinian leader sangatlah penting dan di butuhkan dalam konteks secara luas, dan tentunya juga pada kasus keluarga berencana. Sehingga dengan peran penting dari sebuah opinian leader tersebut, maka diharapkan sebuah permasalahan yang sedang terjadi di masyarakat dapat di atasi atau disosialisasikan secara baik.

Tugas Mat. Kul. Pengatar Studi Budaya

-MISS UNIVERSE-
“Pencitraan Konsep Kecantikan yang Ambigu
sebagai bentuk Pengekploitasian terhadap wanita”

Ajang pemilihan Ratu Kecantikan Sejagad atau lebih sering kita kenal sebagai Miss Universe yang dihelat secara mewah setiap tahunnya ini memang bukan hal yang asing lagi. Ini memang merupakan sebuah ajang yang menampilkan wanita-wabita dari berbagai negara yang dianggap cantik. Meskipun ajang tersebut sering berdalih dan acap kali bersembunyi di balik kata “ wanita cantik yang tidak hanya fisik akan tetapi cantik secara intelektual”, hal ini masih dirasakan sangat tidak relevan jika dihadapkan pada aspek intelektual yang sesungguhnya. Di mana tingkat intelektual itu sendiri sejatinya tidak harus dengan jalan dibumbuhi oleh kata cantik secara fisik. Bahkan kalau boleh dibilang, Miss Univers ini justru lebih mengekplorasi wanita dari segi vulgaritasnya saja dengan lebih mengedepankan penampilan dan akhirnya mengekploitasinya secara berlebihan. Kecantikan di sini justru terkesan semu, kabur atau ambigu. Bagaimana tidak, persepsi mengenai cantik itu sendiri kini misalnya lebih cenderung identik dengan kulit yang putih. Perihal ini tentu saja dipengaruhi oleh pergeseran budaya yang berlaku.
Ketika keadaan pascamodernism berperan disini, tentu saja terdapat berbagai peleburan serta runtuhnya sekat-sekat budaya, seni tradisional yang dulunya berlaku. Tidak ada lagi perbedaan antara budaya tinggi dan budaya rendah. “budaya tinggi tak lebih dari suatu subkultur, tak lebih dari suatu opini ditengah-tengah kita” (Chambers, 1986:194 dalam materi perkuliahan Pengantar Study Budaya, Himawan). Mungkin juga hal yang menyebabkan pergeseran mengenai pencitraan konsep akan kecantikan itu sendiri lebih dikarenakan oleh status wanita sekarang lebih diakui eksistensinya, dihargai dan diperhitungkan secara profesional baik dalam dunia bisnis maupun politik (Naomi Wolf, http://www2.kompas.com/kompascetak/0411/27/pustaka/1401062htm).
Saat kecantikan yang telah mengalami penggandaan makna yang ambigu ini, dengan secara langsung maupun tidak langsung justru pihak wanitalah yang dieksploitasi. Ini dapat dilihat ketika wanita-wanita dalam ajang tersebut harus mengenakan pakaian swim suit sebagai bentuk eksistensi dari sebuah kata “cantik”. Kecantikan yang disuguhkan kepada khalayak ini memang menimbulkan polemik tersendiri ketika pencitraan terhadap kaum wanita hanya sebatas cantik fisik saja. Seolah-olah pihak wanita hanya sebagai bahan komoditas yang sangat komersial, tanpa mengindahkan aspek-aspek lain dari sisi wanita itu sendiri. Keindahan dari sosok wanita sangat jelas kelihatan terekspos secara berlebihan pada saat ajang seperti Miss Universe tiu sendiri. Keadaan yang menjadikan seorang wanita sebagai sosok yang “terjebak” dalam situasi yang demikian, membuat bertambahnya persoalan yang membelit ketika kita membicarakan kecantikan yang ambigu terkait dengan pengekplorasian wanita itu sendiri. Penterjemahan mengenai konsep kecantikan yang nampaknya telah mengalami proses peleburan yang kurang tepat seperti yang telah diuraikan di atas, memberikan arti yang jelas bahwasannya konsep kecantikan yang melekat pada diri wanita sekarang ini sangatlah berbeda.
Sekali lagi peranan budaya memang sangat berarti dalam menentukan sedikit banyaknya mengenai persepsi yang akan timbul dikemudian hari. Proses pengkarakrteran dari diri seorang wanita misalnya dapat dilihat ketika mereka menggunakan kosmetik untuk menunjukkan sisi kecantikkannya (Komunikasi Antar Budaya, DR. Deddy Mulyana & DRS. Jalaludin Rkhmat). Cerminan dari peletakan akan konsep kecantikan itu sendiri dibentuk lewat sebuah pemvisualisasian menggunakan polesan-polesan dengan jalan berdandan dan di tambah dengan pola penampilan yang mendukung. Jadi seolah-olah, nilai dari seorang wanita itu sekarang lebih banyak terletak pada aspek fisik atau kecantikannya saja (tanpa ingin bermaksud untuk mengklaim bahwa sisi keberadaan wanita jauh dari intelektualitas).

Tugas Mat. Kul. Pengantar Studi Budaya

IKLAN MIE INSTAN SEBAGAI CERMINAN KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSA
(Studi Kasus Iklan Mie Instan “Indomie” versi lagu dan tarian daerah)
(Disusun Untuk Melengkapi Tugas UAS Mata Kuliah Pengantar Studi Budaya)

Oleh
TRISNO SUSILO
I.Kom. VI A

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2008

Indonesia merupakan sebuah bangsa yang sarat akan berbagai bentuk nilai luhur, sebagai bagian dari akar tradisi budaya. Realitas sosial yang sedemikian itu, kemudian menjadi salah satu ajuan bagi anak bangsa untuk berkreasi dan mengaplikasikan bentuk tersebut kedalam sebuah wacana baru. Salah satunya yaitu lewat sebuah iklan mie instan “Indomie”. Dalam iklan yang mempunyai durasi kurang lebih satu menit ini, mengetengahkan berbagai macam budaya suku bangsa dari sabang sampai merauke melalui bentuk nyanyian serta gerakan tarian yang dikemas lewat bentuk penyampaian produk kepada masyarakat. Kaitan iklan tersebut dengan menampilkan berbagai macam keberagaman suku bangsa lewat nyanyian serta tarian disini yaitu untuk menumbuhkan kembali semangat kebangsaan serta keinginan mencintai negeri sendiri dengan konsep mencintai produk dalam negeri.
Sebuah identitas dari bangsa yang besar dapat dilihat melalui budaya yang dimiliki. Dalam iklan tersebut, kreator membuat bentuk visualisasi yang begitu indah terkait untuk mengangkat nama serta harkat derajat Bangsa. Tanda yang diselipkan di dalam iklan tersebut memang begitu sangat kental dengan nuansa-nuansa budaya lokal. Secara tersirat iklan tersebut menyatakan betapa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang begitu banyak semacam tari bali, tarian dari daerah toraja dan sebagainya. Sedangkan dari sisi nyanyian, dilantunkannya pula berbagai lagu dengan format jingle Indomie kemudian menggunakan logat bahasa dari berbagai daerah di Indonesia seperti jawa, bali dan beberapa bahasa dari daerah lain di Indonesia. Salah satu cuplikan kata yang terdapat didalamnya yakni “…….sampun leres kito benten…..” yang merupakan logat dari daerah jawa tengah, dimana sepatah kata itu terselip makna meskipun kita berbeda dalam kata maupun budaya, akan tetapi kita semua bersaudara dalam sebuah wadah Negara dan Bangsa yang sama yaitu Indonesia. Kebersamaan dalam perbedaan inilah yang menjadi poin utama dalam iklan tersebut.
Seiring dengan perkembangan zaman yang begitu terasa dewasa ini, keberadaan budaya lokal seolah sedikit terabaikan. Desakan teknologi serta perkembangan era globalisasi menjadi semakin membuatnya terpuruk. Secara tersirat dapat dilihat bahwa produk mie instan sendiri sebenarnya lebih cenderung memberikan kemudahan bagi manusia terkait dengan masalah gaya hidup yang sekarang mengalami peningkatan. Sehingga dari hal itu, ketika keadaan manusia dituntut untuk selalu aktif serta berkutat ataupun berburu dengan waktu, membuat keterbatasan untuk mengatur pola makan. Untuk itu, sehubungan dengan life style yang demikian manusia menjadi semakin membutuhkan adanya inovasi lain yang merupakan sesuatu hal yang dapat menunjang kelancaran aktivitasnya. Inilah yang terkadang membuat keberadaan mie instan sendiri semakin mengalami perkembangan yang signifikan. Realita ini dapat kita lihat dengan adanya bermacam jenis nama merk dari mie instan. Sedangkan untuk mie Indomei sendiri mempunyai beberapa varian rasa. Dari sinilah kemudian muncul gaya hidup baru yang mengusung arti hidup praktis, efektif, serta efisien yang ditanamkan kedalam benak audience.
Keadaan yang demikian sebenarnya merupakan sebuah bentuk pergeseran saja. Artinya kehidupan manusia selalu mengalami perubahan seiring perkembangan waktu. Pembangunan makna akan pola hidup yang praktis di era yang serba mobile ini merupakan suatu bentuk dari adanya sikap yang menginginkan perubahan baru. Pembentukan tersebut sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi sebelumnya. Pergeseran inilah yang kemudian menyebabkan dunia periklanan memunculkan suatu produk baru dimana produk tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga sangat representatif untuk digunakan saat ini, jika dikaitkan dengan perkembangan zaman. Keadaan yang demikian tentunya tidak terlepas dari hasil pembangunan pola pikir manusia itu sendiri. Kebutuhan akan inovasi yang dapat menunjang efektifitas dari aktifitasnya, membuat pergeseran tersebut menjadi hal yang utama terjadinya perubahan. Dalam segi budaya sendiripun kini sebenarnya juga telah mengalami perubahan. Terkait dengan fenomena yang diangkat mengenai iklan, budaya serta perkembangan zaman yang semakin menglobal, tentunya dapat ditarik sebuah benang merah. Keberadaan sebuah budaya membuat industri periklanan menciptakan sebuah produk yang dikemas sedemikian rupa sehingga tetap ada rambu-rambu budaya yang diselipkan kedalamnya. Akan tetapi dampak keberadaan produk iklan-iklan itu sendiri justru cenderung menimbulkan perubahan baru. Dan dari hal tersebut setidaknya mempengaruhi eksistensi budaya lokal yang lama telah berkembang di Indonesia. Semisal dengan adanya produk mie seperti itu membuat sebuah perubahan dari yang dulunya pola hidup masyarakat sederhana menjadi konsumtif serta lebih memilih sesuatu yang praktis atau bahkan siap saji.

DAFTAR PUSTAKA

Nurudin, M.Si. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada

Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya

Widyatama, Rendra. 2007. Pengantar Periklanan. Yogyakarta. Pustaka Book Publisher.

Sumber lain :
Hand out Mata Kuliah Pengatar Studi Budaya

Tugas Mat. Kul. AIK

BIOGRAFI TOKOH ISLAM
“AL-FARABI”

Salah satu tokoh Islam yang terkenal yaitu Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn Auzalagh al-Farabi atau yang biasa dikenal dengan al-Farabi. Beliau lahir di Wasij, sebuah dusun kecil di Kota Farab, Propinsi Transoxiana, Turkestan, sekitar tahun 890. Dia berasal dari keluarga bansawan Militer Turki. al-Farabi melewatkan masa remajanya di Farab. Di kota yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi’iyah inilah al-Farabi menerima pendidikan dasarnya. Dia digambarkan “sejak dini memiliki kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari.” Pada masa awal pendidikannya ini, al-Farabi belajar Al-Qur’an, Tata Bahasa, Kesusasteraan, Ilmu-ilmu Agama (Fiqh, Tafsir dan Ilmu Hadits) dan Aritmetika Dasar. Dalam beberapa sumber, ia dikenal sebagai Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzalagh al-Farabi. Selain itu juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir. Beliau adalah seorang filsuf Islam yang menjadi salah satu ilmuwan dan filsuf terbaik di zamannya. Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan musik di Bukhara. Setelah mendapat pendidikan awal, al-farabi belajar logika kepada orang Kristen Nestorian yang berbahasa Suryani, yaitu Yuhanna ibn Hailan. Pada masa kekhalifahan Al-Muta'did (892-902M), al-farabi dan Yhanna ibn Hailan pergi ke Baghdad. Dan kemudian Al-farabi unggul dalam bidang ilmu logika. Pada waktu beliau berumur 50 tahun, ia tetap tinggal di Kazakhstan. Tetapi kemudian ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun. Lalu ia pergi ke Alepo (Halib), Suriah untuk mengabdi kepada Sang Raja di sana.
Setelah menyelesaikan studi dasarnya, al-Farabi kemudian pindah ke daerah Bukhara untuk menempuh studi lanjut Fiqh dan ilmu-ilmu lanjut lainnya. Pada saat itu, Bukhara merupakan ibu kota dan pusat intelektual serta religius Dinasti Samaniyah yang menganggap dirinya sebagai bangsa Persia. Pada saat itu al-Farabi di Bukhara, Dinasti Samaniyah di bawah pemerintahan Nashr ibn Ahmad (874-892). Munculnya Dinasti ini menandai munculnya budaya Persia dalam Islam. Pada masa inilah al-Farabi mulai berkenalan dengan bahasa dan budaya serta filsafat Persia. Juga di Bukhara inilah al-Farabi pertama kali belajar tentang musik. Kepandaian al-Farabi di bidang musik dibuktikan dengan karyanya yang berjudul Kitab al-Musiqa al-Kabir atas permintaan Abu Ja’far Muhammad ibn al-Qasim, Wazir Khalifah al-Radhi tahun 936.
Sebelum dia tenggelam dalam karir filsafatnya, terlebih dahulu dia menjadi seorang qadhi. Setelah melepaskan jabatan qadhinya, al-Farabi kemudian berangkat ke Merv untuk mendalami logika Aristotelian dan filsafat. Guru utama al-Farabi adalah Yuhanna ibn Hailan. Di bawah bimbingannya, al-Farabi membaca teks-teks dasar logika Aristotelian, termasuk Analitica Posteriora yang belum pernah dipelajari orang Muslim sebelumnya di bawah bimbingan guru khusus. Dari fakta ini diyakini bahwa al-Farabi telah menguasai bahasa Siria dan Yunani ketika belajar kitab-kitab Aristoteles tersebut karena kitab tersebut baru diterjemah ke dalam bahasa Arab pada tahun-tahun setelah al-Farabi mempelajarinya dalam bahsa aslinya.
Setelah dari Merv, bersama gurunya ia berangkat ke Bagdad sekitar tahun 900. Pada masa kekhalifahan al-Muqtadir (908-932), bersama gurunya ia berangkat ke Konstantinopel untuk lebih memperdalam filsafat. Tapi, sebelumnya ia sempat singgah beberapa waktu lamanya di Harran. Pada rentang tahun 910-920 ia kembali ke Bagdad dan di sana ia menemui Matta ibn Yunus, seorang filosof Nestorian, telah memiki reputasi yang tinggi dalam bidang filsafat dan mampu menarik minat banyak orang dalam kuliah-kuliah umumnya tentang logika Aristotelian. Segera ia bergabung menjadi murid Matta. Akan tetapi, kecemerlangan al-Farabi dengan singkat mampu mengatasi reputasi gurunya dalam bidang logika.
Pada akhir tahun 942, ia pindah ke Damaskus karena situasi politik Bagdad yang memburuk. Dia sempat tinggal di sana selama dua tahun dimana waktunya siang hari digunakan untuk bekerja sebagai penjaga kebun dan malam hari dihabiskan untuk membaca dan menulis karya-karya filsafat. Dengan alasan yang sama, ia pindah ke Mesir untuk pada akhirnya kembali lagi ke Damaskus pada tahun 949. Selama masa tinggal di Damaskus yang kedua ini al-Farabi mendapat perlindungan dari putra mahkota penguasa baru Siria, Saif al-Daulah. Dalam pertemuan pertama kalinya dengan al-Farabi, Saif al-Daulah sangat terkesan karena kemampuannya dalam bidang filsafat, bakat musiknya serta penguasaannya atas berbagai bahasa. Kehidupan sufi asketik yang dijalaninya membuatnya ia tetap berkehidupan sederhana dengan pikiran dan waktu yang tetap tercurah untuk karir filsafatnya. Akhirnya, pada bulan Desember 950, ia meninggal dunia di tempat ini (Damaskus) pada usia delapan puluh tahun.

PERAN SERTA DALAM DUNIA KEISLAMAN :
Pemikiran al-Farabi mengenai manusia dan intelektualitas yaitu :
Manusia menurut Farabi memiliki potensi untuk menerima bentuk-bentuk pengetahuan yang terpahami (ma’qulat) atau universal-universal. Potensi ini akan menjadi aktual jika ia disinari oleh Intelek Aktif. Pencerahan oleh Intelek Aktif memungkinkan transformasi serempak intelek potensial dan obyek potensial ke dalam aktualitasnya. Al-Farabi menganalogkan hubungan antara akal potensial dengan Akal Aktif seperti mata dengan matahari. Mata hanyalah kemampuan potensial untuk melihat selama dalam kegelapan, tapi dia menjadi aktual ketika menerima sinar matahari. Bukan hanya obyek-obyek indrawi saja yang bisa dilihat, tapi juga cahaya dan matahari yang menjadi sumber cahaya itu sendiri. Di samping itu, intelek manusia sendiri memiliki apa yang disebut dengan pengetahuan primer. Pengetahuan primer ada dengan sendirinya dalam intelek manusia dan kebenarannya tidak lagi membutuhkan penalaran sebelumnya. Pengetahuan ini misalnya bahwa tiga adalah angka ganjil atau bahwa keseluruhan lebih besar dari bagiannya. Intelek potensial yang sudah disinari akan berubah menjadi bentuk yang sama dengan pengetahuan primer yang diterimanya sebagai bentuk tersebut.
Untuk menggambarkan proses ini, al-Farabi menganalogikan dengan sepotong benda yang masuk ke dalam lilin cair, benda tersebut tidak hanya tercetak pada lilin, tapi ia juga merubah lilin cair tersebut menjadi sebuah citra utuh benda itu sendiri sehingga ia menjadi satu. Atau, bisa juga dianalogikan dengan sepotong kain yang masuk ke dalam zat pewarna. Perolehan aktualitas oleh akal potensial menjadi sempurna jika proses ini tidak hanya berkaitan dengan pengetahuan primer, tapi juga dengan pengetahuan yang diupayakan. Pada tahap ini, intelek aktual merefleksikan dirinya sendiri. Kandungan intelek aktual adalah pengetahuan murni. Intelek aktual dapat mengetahui dirinya sendiri karena ia merupakan intelek sekaligus pengetahuan itu sendiri. Ketika intelek aktual sudah sampai pada tahap ini, ia menjadi apa yang disebut al-Farabi dengan intelek perolehan atau al-aql al-mustafad atau acquired intelect.
Dengan demikian, intelek perolehan merujuk pada intelek aktual ketika mencapai tahap mampu memposisikan diri sebagai pengetahuan (self-intelligible) dan bisa melakukan proses pemahaman tanpa bantuan kekuatan lain (self-inttellective). Intelek perolehan adalah bentuk intelek manusia paling tinggi. Intelek perolehan adalah yang paling mirip dengan Intelek Aktif karena keduanya memiliki kandungan yang sama. Di samping itu, akal perolehan juga tidak membutuhkan raga bagi kehidupannya dan tidak membutuhkan kekuatan fisik badaniah untuk aktifitas berpikirnya.
Peran Serta
Al-Farabi selanjutnya banyak memberi sumbangsihnya dalam penempaan filsafat baru dalam bahasa Arab. Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam.Pada kekahlifahan al-Muktafi (902-908M) dan awal kekhalifahan Al-Muqtadir (908-932M) Al-farabi dan Ibn Hailan meninggalkan Baghdad menuju Harran. Dari Baghdad Al-Farabi pergi ke Konstantinopel dan tinggal di sana selama dealapan tahun serta mempelajari seluruh silabus filsafat. Al-Farabi dikenal sebagai "guru kedua" setelah Aristoteles. Dia adalah filosof Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah Islam. Filsafat politik Al-Farabi, khususnya gagasannya mengenai penguasa kota utama mencerminkan rasionalisasi ajaran Imamah dalam Syi'ah. ia mengenal para filsuf Yunani; seperti Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, yakni Kitab al-Musiqa. Ia dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai jenis alat musik.

Komentar :
Al- Farabi merupakan salah satu tokoh Islam yang sangat pandai dalam bidangnya yakni Ilmu Filsafat. Selain itu beliau juga pandai dalam beberapa hal seperti matematika, filosofi, pengobatan, musik, bahkan sosiologi
Kita salaku umat muslim tentunya harus meneladani apa yang telah beliau kerjakan sebelumnya. Sudah sepantasnyalah kita selalu
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Internet :
http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Farabi
http://averroes.or.id/2007/12/11/al-farabi-menguasai-hampir-setiap-subyek-yang-dipelajari/

My Stories

Kamis, 25 Desember 2008

Kasih Ibu ......

4 komentar:

WELCOME TO MY BLOG.....

MELESAT MENGEJAR SANG WAKTU.......

MY CURRICULUM VITAE

ADIPURA Sumenep

Foto Interest

Foto Pameran III

Foto Pameran II

foto pameran

Pengikut

Arsip Blog

About Me....

SURO-AN DI GUNUNG KAWI, Malang

Istirahat dulu....

DI BALIK AWAN BROMO

Menurut anda bagaimanakah kepribadian saya?

MEMOTRET CAKRAWALA

Menikmati......

Tugas Mat. Kul. Psikologi Sosial

Tugas Mat. Kul. Sistem Komunikasi Indonesia

Tugas Mat. Kul. Pengatar Studi Budaya

Tugas Mat. Kul. Pengantar Studi Budaya

Tugas Mat. Kul. Metode Penelitian Sosial

Tugas Mat. Kul. AIK